top of page

Equity World | Mendeteksi Arah Perekonomian di Bawah Bayang-bayang Omicron

Equity World | Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sepanjang pekan lalu, mengikuti bursa saham Asia. Hari ini, Senin (7/2/2021), pelaku pasar akan memantau rilis pertumbuhan ekonomi nasonal sebelum menentukan strategi pemosisian asetnya di pasar.


Pada Jumat pekan lalu, IHSG ditutup di 6.731,39 atau menguat 0,71% dibandingkan sehari sebelumnya dan menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa. Ini membuat IHSG membukukan penguatan 1,29% secara mingguan, membalik koreksi pekan sebelumnya sebesar 1,2%.


Bursa Asia Melemah Pada Perdagangan Senin (7/2) | Equity World


IHSG bergerak searah dengan bursa saham Asia lainnya di mana secara mingguan indeks Nikkei 225 Jepang melesat 2,66%, Sensex India lompat 2,53%, SETI Thailand tumbuh 1,3%, dan Straits Times Malaysia melambung 2,62%.


Reli bursa Asia terjadi mengikuti arah penguatan bursa saham Amerika Serikat (AS) juga menguat. Sepanjang minggu lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,1%, S&P 500 loncat 1,6%, dan Nasdaq Composite terbang 2,4%.


Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah tipis pada Jumat pekan lalu, terhitung menguat secara mingguan meski sangat terbatas. US$ 1 setara dengan Rp 14.378 pada penutupan perdagangan pasar spot hari itu atau melemah 0,02%.


Namun secara mingguan, rupiah masih mampu menguat sebesar 0,05%. Penguatan ini memutus rantai pelemahan rupiah yang sebelumnya terjadi selama dua minggu berturut-turut.


Seperti halnya rupiah, mata uang Asia lainnya juga berhasil menguat terhadap dolar AS. Secara mingguan, yen Jepang menguat 0,03%, dolar Singapura terapresiasi 0,66%, ringgit Malaysia menguat 0,24%, baht Thailand menguat 1,32%, dan rupee India terapresiasi 0,53%.


Tidak hanya di Asia, pelemahan dolar AS terjadi secara global. Sepanjang pekan lalu, Indeks Dollar AS (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 1,84%. Ini menjadi koreksi mingguan terparah sejak November 2020.


Situasi tersebut mengindikasikan bahwa pelaku pasar mulai mengurangi tingkat kecemasan mereka akan efek pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) dan negara maju lainnya. Dus, aksi beli aset di negara berkembang seperti Indonesia pun terus terjadi.


Di pasar obligasi, harga Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun menguat. Hal ini mengindikasikan aksi beli oleh para investor yang mencari aset aman dengan rentang (spread) imbal hasil menguntungkan, di tengah terjaganya inflasi di Indonesia di angka 2,18%.


Imbal hasil (yield) obligasi seri FR0087 bertenor 10 tahun--yang merupakan acuan di pasar surat berharga--tercatat berada di level 6,496% atau melemah 5,4 basis poin jika dibandingkan dengan posisi sepekan sebelumnya ada 6,55%.


Yield berlawanan arah dari harga, sehingga koreksi yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Comments


bottom of page