Equity World | Isu Resesi Kembali Muncul, Bursa Asia Dibuka 'Kebakaran'
Equity World | Isu Resesi Kembali Muncul, Bursa Asia Dibuka 'Kebakaran'
Equity World | Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung terkoreksi pada perdagangan Rabu (30/11/2022), jelang rilis data aktivitas manufaktur China pada periode November 2022.
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,56%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,35%, Shanghai Composite China terpangkas 0,27%, Straits Times Singapura turun tipis 0,08%, ASX 200 Australia melandai 0,38%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,21%.
Dari China, data aktivitas manufaktur yang tercermin pada purchasing manager's index (PMI) periode November 2022 versi NBS akan dirilis pada pagi hari ini.
Pasar dalam polling Reuters memperkirakan PMI manufaktur China pada November akan kembali berkontraksi menjadi 49, dari sebelumnya di angka 49,2 pada Oktober lalu.
Jika prediksi tersebut benar, maka manufaktur China berkontraksi selama dua bulan beruntun. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.
Masih dari China, pemerintah setempat pada Selasa kemarin mengumumkan langkah-langkah untuk meningkatkan vaksinasi bagi lansia, sebuah indikator yang dipandang penting untuk membuka kembali perekonomian.
Tetapi ketika ditanya apakah keresahan atas pembatasan akan mengarah pada pergeseran dalam kebijakan nol-Covid, para pejabat mengatakan mereka "mengawasi virus dengan cermat saat berkembang dan bermutasi", sehingga kebijakan ini cenderung masih akan diterapkan selama Covid-19 masih cukup mengkhawatirkan.
"China telah mengikuti dan mengamati dengan cermat virus itu berkembang dan bermutasi," kata para pejabat kesehatan China, dikutip dari CNBC International.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah pada hari ini terjadi di tengah bervariasinya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Selasa kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik tipis 0,01%. Tetapi S&P 500 dan Nasdaq Composite ditutup terkoreksi. S&P 500 turun 0,16%, sedangkan Nasdaq melemah 0,59%.
Pekan ini, investor global menantikan data yang akan rilis mulai dari produk domestik bruto (PDB) AS dan data pekerjaan untuk mengetahui bagaimana kinerja ekonomi di AS.
Selain itu, investor juga menantikan jadwal pidato Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell di Hutchins Center pada hari ini waktu setempat untuk mencari petunjuk apakah The Fed akan memperlambat atau menghentikan kenaikan suku bunga.
"Pasar telah mengalihkan fokus dari akhir musim rilis kinerja keuangan kuartal ketiga dan hal tersebut hanya menjadi faktor tambahan yang mungkin akan mempengaruhi The Fed dalam mempertimbangkan keputusan pada Desember," tutur Bill Northery, Direktur Investasi Bank AS dikutip CNBC International.
"Investor jelas fokus pada jalan ke depan daripada melihat ke kaca spion," tambahnya.
Pada pidatonya, Powell akan membahas proyeksi ekonomi, inflasi, dan situasi pasar tenaga kerja. Investor global sangat menantikan momen tersebut guna menangkap sinyal arah kebijakan yang berpotensi akan diambil The Fed pada pertemuannya di 13-14 Desember 2022.
Selain itu, rilis laporan tenaga kerja nasional ADP dan angka lowongan pekerjaan AS per Oktober 2022 juga patut dicermati, untuk mengetahui situasi terkini dari pasar tenaga kerja setelah The Fed agresif menaikkan suku bunga acuannya untuk menurunkan angka inflasi.
Konsensus analis Trading Economics memprediksikan laporan tenaga kerja nasional ADP yang mengukur perubahan tenaga kerja sektor swasta non-pertanian (NFP) akan bertambah hanya 200.000 pekerjaan pada November 2022. Lebih sedikit jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya di 239.000 pekerjaan.
Sementara, Biro Statistik AS juga akan merilis data Job Opening and Labour Turnover Survey (JOLTS) per Oktober akan mulai menurun menjadi 10,3 juta pekerjaan, turun dari bulan sebelumnya di 10,717 juta pekerjaan.
Pada saat ini, berita buruk menjadi berita baik, jika data tenaga kerja mulai menunjukkan penurunan maka akan menguatkan potensi bahwa The Fed akan menurunkan laju kenaikan suku bunga acuannya pada pertemuan selanjutnya. Sebab, pasar tenaga kerja yang mulai melambat, tentu akan menahan konsumsi masyarakat sehingga inflasi menjadi lebih mudah diturunkan.
Sebaliknya, jika pasar tenaga kerja masih kuat, disertai dengan kenaikan upah yang cukup tinggi maka konsumsi masyarakat akan tetap kuat. Hal ini berisiko menahan inflasi di level tinggi.
Comments