Equity World | Waspada! IHSG Bisa Kena Guncang "Gempa" Wall Street
Equity World | Waspada! IHSG Bisa Kena Guncang "Gempa" Wall Street
Equity World | Jakarta, Pasar keuangan Indonesia terpantau stabil pada perdagangan kemarin meskipun transaksi berjalan (current account) mampu mencatat surplus sepanjang 2022.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Senin (20/2/2023) berakhir di 6.894,71 atau terkoreksi tipis 0,01% secara harian.
Parahnya 309 saham turun, 203 saham mengalami kenaikan dan 208 lainnya stagnan. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi sekitar Rp 8,95 triliun dengan melibatkan 21,59 miliar saham.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia via Refinitiv, enam dari sepuluh sektor melemah. Sektor energi menjadi sektor yang paling merugikan indeks dengan penurunan 1,08%. Sementara itu, sektor konsumen non-primer menjadi sektor penahan koreksi, menguat 0,80%.
Saham-saham energi yang tumbang termasuk Borneo Olah Sarana ambles 6,49% disusul Garda Tujuh Buana melorot 3,21%. Selain itu Indika Energy dan Bumi Resources turun 2% lebih. Usaha milik konglomerat, Bayan Resources juga melemah 1,48%. Terakhir, Golden Energy melandai 1,14%
Tumbangnya IHSG juga tak lepas dari pelemahan saham-saham dengan kapitalisasi raksasa. GOTO membebani indeks sebesar 5,69 indeks poin sementara Astra International dan Bank Indonesia menjadi beban sebesar 5,33 dan 3,52 indeks poin
Kinerja IHSG bergerak anomali saat mayoritas bursa utama Asia-Pasifik menguat di tengah sikap investor yang menanti rilis data ekonomi dan agenda penting pekan ini, termasuk rapat bank sentral Amerika Serikat (AS).
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup naik tipis 0,07% ke posisi 27.531,9, Hang Seng Hong Kong melesat 0,81% ke 20.886,96, Shanghai Composite China melejit 2,06% ke 3.290,34, ASX 200 Australia juga naik tipis 0,06% ke 7.351,5, dan KOSPI Korea Selatan menguat 0,16% menjadi 2.455,12.
Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura ditutup melemah 0,59% ke 3.308,75.
Sementara itu nilai tukar rupiah menguat tipis 0,3% ke Rp 15.155/US$ di pasar spot karena transaksi berjalan (current account) Indonesia mampu mencatat surplus sepanjang 2022.
Namun, devisa hasil ekspor (DHE) yang tidak berada di dalam negeri membebani rupiah untuk lebih diapresiasi oleh investor.
Hal ini yang membuat rupiah masih kesulitan menguat. Dengan pasokan valas yang tiris tercermin dari kondisi cadangan devisa, saat permintaan dolar AS sedang tinggi maka rupiah akan tertekan.
Di sisi lain, tekanan dari eksternal kembali besar, sebab bank sentral AS (The Fed) diprediksi akan menaikkan suku bunga dengan agresif lagi tahun ini.
Comments