Equity World | Wall Street Bangkit, IHSG Bisa All Time High?
Equity World | Wall Street Bangkit, IHSG Bisa All Time High?
Equity World | Pasar finansial Indonesia tertekan selama perdagangan Rabu (14/9/2022). Laju inflasi Amerika Serikat yang secara mengejutkan berada di atas ekspektasi jadi 'biang kerok' atas kinerja negatif pasar finansial Indonesia kemarin.
Laporan indeks harga konsumen (CPI) Agustus menunjukkan angka inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan. Laju inflasi tahunan sebesar 8,3%year-on-year/yoy,lebih tinggi dari perkiraan sebesar 8,1%yoy.
Sementara secara bulanan naik 0,1%month-to-month/mtmmeskipun terjadi penurunan harga gas. Inflasi inti sendiri naik 0,6%mtm. Kenaikan ini lebih tinggi dari konsensus, di mana terjadi penurunan 0,1% untuk inflasi umum dan kenaikan 0,3% untuk inflasi inti.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,55% di 7.278,08 pada perdagangan Rabu (14/9/2022).IHSG sudah terlempar keluar dari level psikologis 7.300 dan posisi penutupan all time high (ATH) di 7.318 sejak awal perdagangan.
IHSG dibuka drop 0,91% di 7.251,2 dan sempat terkoreksi lebih dari 1% dengan posisi terendah intraday di 7.219,3. Namun di sesi II, IHSG memangkas koreksinya dan sempat kembali tembus 7.300.
Mayoritas saham mengalami pelemahan siang ini. Sebanyak 313 saham terkoreksi, 213 saham menguat dan 176 saham stagnan.
Sejalan dengan IHSG, nilai tukar rupiah jeblok melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (14/9/2022), dan kembali ke atas Rp 14.900/US$. Rilis data inflasi di AS yang masih tinggi memicu spekulasi The Fed (bank sentral AS) akan menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung jeblok 0,47% ke Rp 14.920/US$. Depresiasi semakin membengkak menjadi 0,59% ke Rp 14.938/US$. Pada penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.905/US$, melemah 0,37% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup bervariasi pada perdagangan Rabu (14/9/2022), di mana investor cenderung khawatir setelah dirilisnya inflasi di Amerika Serikat (AS).
Sikap investor di pasar SBN cenderung beragam, di mana di SBN tenor 3, 5, 15, dan 20 tahun ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) dan menguatnya harga.
Sedangkan di SBN tenor 1, 10, dan 25 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknyaimbal hasil dan pelemahan harga.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 15 tahun menjadi yang paling besar penurunan yield-nya pada hari ini, yakni turun 2,6 basis poin (bp) ke posisi 6,958%.
Sedangkan SBN berjangka waktu 25 tahun menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya hari ini, yakni naik 2,8 bp ke posisi 7,531%. Imbal hasil SBN berjangka panjang yakni tenor 30 tahun stagnan di level 7,248%.
Adapun untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara naik 0,7 bp ke posisi 7,124%.
Sebagai catatan gerak imbal hasilberlawanan arah dari harga, sehingga turunnyayieldmenunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Comments