Equity World | Mayoritas Bursa Asia Cerah, Kecuali Hang Seng-Shanghai
Equity World | Mayoritas Bursa Asia Cerah, Kecuali Hang Seng-Shanghai
Equity World | Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Senin (27/3/2023), meski investor kembali menilai dari meluasnya krisis perbankan di global.
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka menguat 0,37%, Straits Times Singapura melesat 0,79%, ASX 200 Australia bertambah 0,36%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,32%.
Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melemah 0,41% dan Shanghai Composite China turun 0,12%.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah menghijaunnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu, meski krisis perbankan global memasuki babak baru.
Pada Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,41%, S&P 500 bertambah 0,56%, dan Nasdaq Composite terapresiasi 0,31%.
Gonjang-ganjing sektor perbankan tidak hanya terjadi di AS, tetapi sudah merembet ke Eropa. Meski demikian, Presiden bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB), Christine Lagarde, menenangkan pasar dengan mengatakan perbankan di Eropa resilien dan memiliki modal serta likuidtas yang kuat.
Lagarde juga menyatakan ECB akan menyediakan likuiditas jika diperlukan.
Gonjang-ganjing yang melanda sektor perbankan global memberikan sentimen negatif tetapi juga ada dampak bagusnya.
Pasar kini melihat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tidak akan menaikkan suku bunga lagi. Bahkan banyak yang memprediksi suku bunga akan dipangkas pada Juli nanti.
Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 54%, The Fed akan memangkas suku bunganya 25 basis poin menjadi 4,5% - 4,75%.
Pasar pun menyambut dengan optimisme yang besar, ada harapan Amerika Serikat tidak akan mengalami resesi alias soft landing.
Namun di sisi lain, pelaku pasar juga masih khawatir terhadap stabilitas finansial setelah kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dan dua bank lainnya di AS. Gonjang-ganjing tersebut akhirnya merembet ke Eropa, Credit Suisse nyaris kolaps, dan yang terbaru yakni Deutsche Bank.
Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) menilai bahwa risiko stabilitas finansial semakin meningkat dan meminta semua negara terus waspada. Meski demikian, langkah yang diambil otoritas di negara-negara maju mampu membuat pasar sedikit lebih tenang.
"Kami terus memonitor perkembangan dengan seksama dan menilai kemungkinan implikasinya ke outlook perekonomian global serta stabilitas finansial global," kata Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, sebagaimana dikutip CNBC International, Minggu (26/3/2023).
Di AS, bank kecil sudah menjadi korban. Terjadi perpindahan simpanan nasabah dari bank kecil ke bank besar dengan nilai yang signifikan. Dampaknya, bank kecil bisa kekurangan modal.
Berdasarkan data dari Federal Reserve, dalam sepekan per 15 Maret, deposit di bank-bank kecil merosot hingga US$ 119 miliar menjadi US$ 5,46 triliun.
Sebaliknya, deposit di bank besar mengalami kenaikan US$ 67 miliar menjadi US$ 10,74 triliun. Hal ini menjadi indikasi para nasabah masih cemas krisis perbankan bisa meluas, khususnya menimpa bank kecil pasca kolapsnya SVB.
Ketika Barat sedang gonjang-ganjing, China justru membawa kabar baik. Georgiva melihat ekonomi China akan bangkit tahun, dan memproyeksikan pertumbuhan 5,2%.
Perekonomian China diprediksi berkontribusi hingga sepertiga terhadap pertumbuhan ekonomi global. Selain itu, setiap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China sebesar 1%, akan turut mengerek 0,3% PDB negara Asia lainnya.
Comments