top of page

Equity World | Kekhawatiran Inflasi Muncul Lagi, Bursa Asia Dibuka Lesu

Equity World | Kekhawatiran Inflasi Muncul Lagi, Bursa Asia Dibuka Lesu


Equity World | Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Kamis (17/11/2022), di tengah berlanjutnya rilis serangkaian data ekonomi penting pada hari ini.



Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,25%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,09%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,32%, dan KOSPI Korea Selatan terpangkas 0,48%.


Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura dibuka naik 0,13% dan ASX 200 Australia menguat 0,17%.


Dari Jepang, defisit neraca perdagangan periode Oktober 2022 kembali melebar, karena tagihan impor terus meroket, dipicu oleh penurunan yen yang masih terjadi hingga kini.


Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan Jepang, selisih neraca perdagangan Jepang tumbuh menjadi 2,16 triliun yen (US$ 15,5 miliar) dari 2,09 sebelumnya sebesar 2,09 triliun yen.


Alhasil, neraca perdagangan Jepang kini menjadi negatif selama 15 bulan berturut-turut, rekor terpanjang sejak 2015. Ekonom memperkirakan defisit neraca dagang Jepang sebesar 1,62 triliun yen.


Impor pada bulan lalu tumbuh pada laju tercepat sejak 1980, karena inflasi yen telah menaikkan harga komoditas. Kenaikan 53,5% tersebut dipimpin oleh pembelian minyak mentah, gas alam cair, dan batu bara. Analis memperkirakan kenaikan 50% dalam pengiriman masuk.


Sedangkan Ekspor Negeri Matahari Terbit naik 25,3%, didorong oleh suku cadang mobil dan semikonduktor, untuk peningkatan yang sedikit lebih lemah dari perkiraan para ekonom.


Defisit perdagangan yang berkepanjangan mencerminkan pemulihan Jepang yang masih rapuh dari pandemi Covid-19, dan terjadi setelah ekonomi negara secara tak terduga menyusut pada kuartal ketiga, sebagian terbebani oleh dampak jatuhnya mata uang.


Penurunan yen diperkirakan masih akan terjadi setidaknya hingga akhir tahun ini, meskipun mata uang tersebut telah membuat beberapa keuntungan pada bulan ini.


Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah, mengikuti pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada penutupan perdagangan Rabu kemarin, karena investor kembali khawatir bahwa inflasi memang belum benar-benar melandai.


Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun 0,12%, S&P 500 melemah 0,82%, dan Nasdaq Composite ambles 1,54%.


Kekhawatiran investor di AS terkait inflasi muncul setelah data penjualan ritel periode Oktober 2022 dirilis, di mana hasilnya mengalami kenaikan 1,3% dari bulan sebelumnya, juga di atas konsensus pasar yang memperkirakan kenaikan 1,2%.


Hal ini juga menguatkan bahwa prospek perlambatan laju kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal memudar dan The Fed masih akan bersikap hawkish.


The Fed telah secara agresif menaikkan suku bunga tahun ini untuk memperlambat perekonomian. Namun sejauh ini, belanja konsumen tetap relatif kuat, sementara suku bunga yang lebih tinggi membutuhkan waktu untuk mempengaruhi perekonomian.


Presiden The Fed Kansas City, Esther George memperingatkan bahwa bank sentral mungkin tidak dapat mendinginkan inflasi tanpa menyebabkan resesi.


Data produksi industri yang baru dirilis menunjukkan aktivitas yang melambat, menambah kekhawatiran bahwa bisnis padat modal sedang berjuang untuk menghadapi suku bunga yang lebih tinggi.


Di lain sisi, mencerminkan ketakutan akan melemahnya ekonomi, pasar obligasi AS memperpanjang inversinya, salah satu indikator utama resesi Wall Street.


Selisih antara imbal hasil (yield) Treasury Note tenor 10 tahun dan dua tahun yang biasanya positif telah turun menjadi negatif 0,670 poin persentase, mendekati laju selisih inversi paling tajam sejak 1982.


Yield pada obligasi AS 10-tahun turun menjadi 3,693%, dari semula 3,798% pada Selasa malam. Sedangkan yield obligasi dua tahun AS yang lebih sensitif terhadap ekspektasi suku bunga jangka pendek naik tipis menjadi 4,363%, dari semula 4,359%.

Comments


bottom of page