Equity World | Duh, Bursa Asia Dibuka Loyo Lagi Nih
Equity World | Duh, Bursa Asia Dibuka Loyo Lagi Nih
Equity World | Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Senin (20/3/2023), di mana investor masih memantau perkembangan dari krisis perbankan yang melanda Amerika Serikat (AS).
Indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,2%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,34%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,5%, ASX 200 Australia terpangkas 0,72%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,21%.
Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China terpantau menguat 0,32%.
Dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) diprediksi akan kembali mempertahankan suku bunga acuannya pada hari ini. Untuk suku bunga acuan tenor 1 tahun diperkirakan masih akan ditahan di level 3,65%, sedangkan untuk suku bunga acuan tenor 5 tahun diprediksi akan ditahan di 4,3%.
Sebelumnya pada Jumat pekan lalu, PBoC memangkas rasio cadangan wajib untuk pertama kalinya di tahun ini, demi pemulihan ekonomi China.
Pemangkasan jumlah uang tunai yang harus disimpan bank sebagai cadangan itu juga dilakukan untuk membantu menjaga likuiditas Negeri Tirai Bambu itu.
PBoC akan memangkas rasio persyaratan cadangan (RRR) untuk semua bank, kecuali yang telah menerapkan rasio cadangan 5 persen, sebesar 25 basis poin (bp), efektif berlaku 27 Maret mendatang.
Bank sentral Negeri Panda tersebut telah berjanji untuk membuat kebijakannya tepat dan kuat tahun ini untuk mendukung ekonomi, menjaga likuiditas cukup dan menurunkan biaya pendanaan untuk bisnis.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung terkoreksi terjadi di tengah lesunya kembali bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu, karena sentimen dari krisis perbankan di AS masih menghantui pasar.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,19%, S&P 500 merosot 1,1%, dan Nasdaq Composite melemah 0,74%.
Saham perbankan di AS telah diikuti oleh investor sepanjang pekan lalu, di tengah kekhawatiran bahwa bank-bank lainnya dapat menghadapi nasib yang sama seperti Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank, yang keduanya mengalami krisis pada pekan lalu.
Terbaru, SVB Financial Group mengumumkan akan mencari perlindungan kebangkrutan Bab 11, perkembangan terbaru dalam drama yang sedang berlangsung yang dimulai dua pekan lalu.
"(Aksi jual) sedikit reaksi berlebihan. Namun, ada validitas untuk beberapa kekhawatiran terkait likuiditas secara keseluruhan dan potensi krisis likuiditas," kata Oliver Pursche, senior vice president di Wealthspire Advisors di New York, dikutip dari Reuters.
Sementara itu, saham First Republic Bank anjlok 32,8%, setelah bank mengumumkan penangguhan dividennya, membalikkan lonjakan perdagangan Kamis lalu yang dipicu oleh paket penyelamatan sebesar US$ 30 miliar yang belum pernah terjadi sebelumnya dari lembaga keuangan besar
Pasar telah menanggapi perkembangan terbaru di sektor ini setelah regulator mengatakan pada akhir pekan bahwa mereka akan mendukung simpanan di kedua bank tersebut.
Namun, investor kembali mundur pada Jumat lalu, menjelang apa yang berpotensi menjadi akhir pekan yang penting karena krisis bank berlangsung.
"Ada kegugupan di akhir pekan. Bagaimana semua ini terlihat pada Senin? Pasar masih gugup dan mereka cenderung masih menahan saham ke dalamnya," kata Keith Buchanan, manajer portofolio senior di Globalt Investments, dilansir dari CNBC International.
Hal ini terjadi pada saat investor menantikan pertemuan The Fed yang akan digelar pada 21-22 Maret. Pertanyaan di benak para investor adalah apakah The Fed akan melanjutkan dengan kenaikan 25 basis poin yang diharapkan bahkan ketika kesengsaraan perbankan menghancurkan pasar.
"The Fed tampaknya memberikan basa-basi, setidaknya, dan menyadari apa yang baru saja terjadi dengan sektor perbankan. Di satu sisi, tidak ada yang berubah tentang kasus dasar, hanya fakta bahwa kita telah mengalami peristiwa semacam ini di sektor perbankan yang menyebabkan penularan dalam hal sentimen, tetapi belum benar-benar menular dalam hal bank lain," kata Aoifinn Devitt, kepala investasi di Moneta, dikutip dari CNBC International.
Kini, pasar berekspektasi bahwa The Fed bakal melunak setelah adanya krisis perbankan di AS, meski data tenaga kerja di AS masih cukup kuat.
Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 62% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin pada pekan depan. Sementara 38% probabilitas sisanya melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya.
Comments