top of page

Equity World | Bursa Asia Menghijau, Kecuali Nikkei & IHSG

Equity World | Bursa Asia Menghijau, Kecuali Nikkei & IHSG


Equity World | Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Rabu (5/4/2023), di mana beberapa investor menilai lonjakan harga minyak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi global, terutama di kawasan Asia-Pasifik.



Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup ambles 1,68% ke posisi 27.813,3 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah 0,2% menjadi 6.819,67.


Sedangkan untuk indeks ASX 200 Australia ditutup naik tipis 0,02% ke 7.237,2, Straits Times Singapura menguat 0,23% ke 3.318,87, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,59% menjadi 2.495,21.


Sementara untuk pasar saham China dan Hong Kong pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Festival Ching Ming.


Pekan ini, pasar energi menjadi potensi sumber ketidakpastian lainnya, setelah OPEC+ mengumumkan akan memangkas produksi sebesar 1,16 juta barel minyak per hari. Alhasil, kabar ini dapat kembali melambungkan harga minyak mentah dunia.


Pemangkasan terbanyak dilakukan Arab Saudi yakni 500 ribu bpd di Arab Saudi, pemotongan 211 ribu barel/hari oleh Irak, 144 ribu bpd oleh Uni Emirat Arab, dan 128 ribu bpd dari Kuwait.


Goldman Sachs menurunkan perkiraan produksi OPEC+ pada akhir tahun 2023 sebesar 1,1 juta bpd dan menaikkan perkiraan harga Brent untuk tahun 2023 sebesar US$ 5 menjadi US$ 95 per barel dan sebesar US$ 3 menjadi US$ 100 per barel untuk tahun 2024.


Alhasil, kabar tersebut dapat menggerakan harga minyak mentah untuk kembali menyentuh level tinggi.


Harga minyak yang menguat dapat menguntungkan emiten produsen minyak. Namun secara keseluruhan dapat memberikan efek negatif yakni kenaikan inflasi.


Inflasi yang menguat akan tetap membuat bank sentral hawkish pada kebijakan suku bunganya dan akan berdampak negatif terhadap ekonomi.


Meski begitu, ada sedikit kabar baik, di mana jumlah lowongan pekerjaan di Amerika Serikat (AS) yang tersedia turun di bawah 10 juta untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun, sebuah tanda pasar tenaga kerja yang mendukung ekonomi mulai melambat.


"Masih ada banyak lowongan pekerjaan relatif terhadap pengangguran. Pasar sangat sensitif terhadap perubahan kecil ke arah yang tidak ingin mereka lihat," kata Ed Yardeni, presiden Riset Yardeni.


Yang pasti, pasar telah tangguh akhir-akhir ini, dengan indeks utama yang meningkat bahkan ketika dihadapkan pada inflasi yang terus-menerus, krisis perbankan, dan suku bunga yang lebih tinggi.


Dengan lapangan kerja yang turun artinya sinyal melandainya inflasi semakin kencang. Sebelumnya, inflasi AS, indeks harga produsen, dan indeks pengeluaran pribadi warga AS juga melandai.


Data-data tersebut menjadi sinyal ada pelemahan ekonomi AS. Artinya, ada peluang bagi bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk melunak.


Ekspektasi pasar kini menunjukkan 43% pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan Mei mendatang. Sebanyak 57% atau mayoritas melihat The Fed akan menahan suku bunga.

Comments


bottom of page