top of page

Equityworld Futures | Efek Ramalan IMF soal Ekonomi Global, Bursa Asia Merah!

Equityworld Futures | Efek Ramalan IMF soal Ekonomi Global, Bursa Asia Merah! Equityworld Futures | Bursa saham Asia sekitar pukul 11:00 WIB mayoritas bergerak di zona merah, seiring dengan pengaruh penutupan bursa acuan global, Wall Street yang terkena aksi profit taking sehingga ditutup memerah pada perdagangan Selasa (13/10/2020) waktu Amerika Serikat (AS) atau Rabu waktu Indonesia. Pada pukul 11:03 WIB, indeks Nikkei Jepang menguat tipis 0,08%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,27%, Shanghai China terdepresiasi 0,54%, indeks STI Singapura anjlok 0,55% dan KOSPI dari Korea Selatan yang turun 0,39%. Pada pukul 11.47 WIB, Nikkei menguat 0,07%, Hang Seng masih minus 0,27%, dan STI juga masih minus 0,55%. Di kala bursa Asia sedang melemah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu ditutup menghijau pada pukul 11.30 WIB kendati sempat melemah. IHSG sesi I ditutup naik 0,30% di level 5.148 dengan nilai transaksi Rp 6,53 triliun. Pada hari ini, bank sentral di Korea Selatan mengumumkan kebijakan suku bunga acuannya, dimana bank sentral Negeri Gingseng tersebut memutuskan untuk tetap mempertahankan tingkat suku bunganya di angka 0,5%. Sementara itu, data pertumbuhan ekonomi Singapura juga dirilis hari ini. Berdasarkan data Kementerian Singapura Perdagangan dan Industri Singapura, ekonomi secara tahunan (YoY) -7%. Noda Merah Bursa Asia, Bikin Grogi Bursa Saham RI | Equityworld Futures Hal ini semakin mengukuhkan negeri itu di jurang pelambatan ekonomi, setelah sebelumnya di kuartal II 2020, ekonomi -13,3%. Meski demikian, secara basis kuartalan (QtQ), ekonomi Singapura tumbuh positif di Juli hingga September. Bahkan ekonomi tumbuh 7,9% setelah sebelumnya di kuartal II ekonomi -42,9%. "Dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, ekonomi tumbuh 7,9%, rebound dari penurunan 13,3%," kata kementerian dalam pernyataan pers, Rabu (14/10/2020). Beralih ke bursa saham AS, Wall Street, tiga indeks utama ditutup melemah. Dow Jones Industrial Average (DJIA) terkoreksi 0,55%, S&P 500 turun 0,63%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,1%. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Wall Street terpeleset. Pertama, bursa saham New York memang sudah menguat tajam. Sejak akhir bulan lalu, DJIA melesat 3,23%, S&P 500 melonjak 4,44%, dan Nasdaq meroket 6,29%. Keuntungan yang didapat investor sudah lumayan tebal, dan pasti akan ada godaan untuk mencairkannya. Tekanan jual akibat profit taking ini membuat Wall Street merah. Kedua, kabar yang tidak baik seputar pengembangan vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Uji coba vaksin buatan Johnson & Johnson dihentikan sementara karena ada laporan salah satu relawan merasakan efek samping. "Butuh beberapa hari untuk mengumpulkan informasi dan melakukan evaluasi," kata Mathai Mammen, Kepala Riset dan Pengembangan Johnson & Johnson, seperti dikutip dari Reuters. Tiga, pembahasan stimulus fiskal di AS lagi-lagi mentok. Nancy Pelosi, Ketua House of Representatives (salah satu dari dua kamar yang membentuk Kongres AS), menolak proposal stimulus dari pemerintah yang bernilai US$ 1,8 triliun. Jumlah yang memang lebih rendah ketimbang usulan Partai Demokrat yaitu US$ 2,2 triliun. "(Nilai stimulus) sangat kurang untuk mengatasi kebutuhan penanganan pandemi dan resesi yang begitu dalam," tegas Pelosi, seperti diberitakan Reuters. Selain itu, Dana Moneter Internasional (IMF), mengeluarkan ramalan barunya soal kondisi ekonomi dunia tahun ini. Secara angka, pertumbuhan ekonomi dunia di tahun ini masih negatif meski negatifnya membaik sedikit. Namun, IMF memperingatkan pemulihan ekonomi dunia bakal panjang dan tidak pasti kapan benar-benar terjadi. Dilansir dari CNBC International, Selasa (13/10/2020), pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini bakal minus 4,4%. Agak lebih baik sedikit dari ramalan sebelumnya di Juni 2020 yang sebesar minus 4,9%. Ramalan ini dikeluarkan IMF, dengan mengasumsikan masih akan terjadi social distancing alias jaga jarak, akibat pendemi virus corona (Covid-19) yang masih berlanjut di 2021. Penularan virus ini, menurut IMF baru akan turun pada akhir 2022. "Kami memproyeksikan resesi yang agak kurang parah, meskipun masih akan dalam pada tahun 2020," kata Kepala Ekonom IMF, Gita Gopinath, dalam World Economic Outlook terbaru IMF.

bottom of page